Advertisement

Responsive Advertisement

AGAR HARI GURU NASIONAL TIDAK SEKEDAR SELEBRASI


Menjadi seorang guru adalah profesi yang mulia dan patut bangga yang menekuni profesi ini karena di tangan para guru akan lahir generasi yang akan mengisi peradaban zaman selanjutnya. Ada banyak defenisi yang menyatakan fungsi sebagai seorang guru. Menurut Drs. Moh. Uzer Usman (1996: 15) mengatakan guru adalah setiap orang yang bertugas dan berwenang dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan formal. Dapat diartikan bahwa guru mempunyai hak wewenang penuh untuk merancang melaksanakan tugas pendidikan sepenuhnya untuk keberhasilan anak didiknya.
Hari guru nasioanal (HGN) yang bertepatan dengan ulang tahun PGRI yang bertepatan setiap tanggal 25 November setiap tahunnya selalu menyuguhkan selebrasi yang meriah baik yang berasal dari siswa maupun dikondisikan dari guru itu sendiri. Pesta taburan ucapan selamat plus kado pemberian anak merupakan segala pernak pernik  perayaan hari ulang tahun guru tersebut setiap tahunnya. Sebaran ucapan apresiasi di media sosial pun tak kalah ramai. Kondisi ini sudah pasti membahagiakan bagi seorang guru atas apresiasi terhadap profesi yang diemban. Sebagai seorang guru sudah pastilah memiliki rasya syukur yang mendalam kebahagiaan yang menghari biru jika keberaannya di apresiasi terutama oleh peserta didiknya dengan berbagai macam simbol seperti, bunga, kue, dan kado lainnya. Tidak ada aturan baku yang melarang ataukah mengharuskan pemberian ini.
Di tengah hiruk pikuk dan haru biru perayaan yang dilaksanakan hendaklah tidak semata dijadikan sebagai seremonial atau selebrasi tahunan saja. Alangkah bijaknya jika momen ini kita jadi sebagai instrospeksi diri apa yang sudah diperbuat sebagai seorang guru maupun siswa. Bagi guru moment hari guru bisa dijadikan kilas balik apa yang sudah diperbuat untuk profesi, apa terobosan yang akan diperbuat agar maksimal segala potensi untuk mencerdaskan generasi bangsa.
 Dengan mengevaluasi diri sendiri terhadap kinerja yang sudah diperbuat terhadap profesi guru mampu merancang peruabahan yang akan dilakukan sesuai dengan tuntutan zaman yang dihadapai yang setiap detiknya mengalami perubahan seperti yang diutarakan oleh Mendikbud melalui pidato sambutan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan pada Upacara Memperingati  hari Guru Nasional Tahun 2019 tentang anjuran melakukan perubahan kecil sekalipun dan tidak lagi menunggu instruksi atau aba-aba untuk perubahan Indonesia yang lebih maju.
Hal ini sangat sesuai dengan makna profesionalisme seperti yang dimuat pada laman https://www.academia.edu/10689001/HAKIKAT_PROFESI_GURU bahwa Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Jadi seseorang dikatakan profesional jika mempunyai spirit untuk terus menerus mengasah kemampuan agar lebih meningkat, tidak berpuas diri dengan pencapaian yang sudah di dapat.
Bagi siswa apresiasi yang diberikan berupa ucapan, maupun bingkisan sudah pasti memberikan spirit kebahagiaan, kebanggaan tersendiri bagi guru yang mendapatkannya. Namun yang lebih membahagiakan guru adalah jika anak asuh didikannya mampu untuk berkarakter berakhlakul karimah serta mengamalkan ilmu pengetahuan keterampilan yang sudah diwariskan untuk meningkatkan kecakapan hidup agar berdaya guna di masyarakat luas. Bahkan kebahagiaan terbayarkan jika sukses yang diraih anak didiknya melebihi  sukses dari sang guru.
Belakangan ini begitu viral para generasi milenial dengan postingan yang dirasa kurang menghargai profesi dan jasa gurunya. Dengan sebuah tindakan mempublikasikan segala kesuksesan yang telah diraih dengan caption menyudutkan mengecilkan peran sang gurunya yang pernah mengantarkannya pada jenjang yang lebih sukses hanya karena kekhilafan yang dilakukan oleh sang guru baik berupa ucapan maupun tindakan. Agaknya ini kurang elok jika tindakan ini menjadi budaya balas dendam seolah-olah tanpa guru mereka bisa meraih sukses. Meski sukses yang diraih melebihi posisi guru pernah berbuat khilaf di masa lalu. Bukankah guru juga manusia, dirasa kurang pantas jika memang menyandang sukses akademis yang tinggi tanpa menghargai jasa seorang guru yang pernah hadir dalam estafet pendidikan yang dilalui.
Semoga kekecewaan yang kami rasakan oleh para guru hanyalah kekhilafan anak didik kami tidak terulang pada generasi selanjutnya dan peristiwa ini juga dapat  memacu kami para guru agar lebih maksimal, profesional totalitas dengan amanah yang kami emban. Hari ini 25 November 2019 mari bersama bahu membahu kita memberikan yang terbaik untuk wajah pendidikan Negara Indonesia tercinta.


Bukittinggi, 25 November 2019

Posting Komentar

10 Komentar